Pria kelahiran Baturaja, 31 Maret 1964 ini tumbuh besar dalam keluarga yang demokratis.”Orangtua saya selalu mengajarkan anak-anaknya berdialog. Beliau hanya mengasih saran, apa manfaat, resiko, dan kemungkinannya. Sedangkan keputusan diserahkan kepada anak-anaknya”.
Begitu banyak pendewasaan berfikir yang di berikan orangtuanya, (alm) H. Muhammad Arlan Ismail, membuat Gantada mengenang masa lalu. Disaat cita-citanya menjadi Insinyur teknik mesin terhadang penjurusan sekolah, karena dia mendapat jurusan IPS. Gantada muda mogok sekolah selama 3 bulan.
“Saya mogok sekolah agar dimasukkan ke IPA,” tuturnya. Bukan hanya protes terhadap sekolah namun juga protes terhadap orangtuanya, karena dengan posisi orangtuanya pada saat itu sebagai kepala dinas, berkemungkinan besar dapat memuluskan keinginan kuatnya untuk masuk jurusan IPA.
Tak disangka, orangtua Gantada malah berucap “Kalau mau sekolah boleh, tidak sekolah juga boleh”. Orang tua saya, lanjutnya, juga berpesan, tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu.
“Jalani saja yang dapat kau peroleh saat ini, dan lakukan dengan serius,” tutur Gantada mengingat pesan orang tuanya. Tidak hanya itu, orangtua Gantada juga mengatakan, kalau dirinya sekolah dikemudian hari dapat berbuat untuk orang banyak.
Gantada muda mendapat pelajaran berharga. Disaat cita-citanya membentur tembok, dialog dengan orang tuanya membuat dia membuat pilihan terbaik untuk mengubur cita-cita itu.
Pelajaran itupun terulang saat Gantada berupaya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia tidak lulus ikut tes PNS tiga kali. Lagi-lagi, Gantada tahu persis, posisi orangtuanya memungkinkan untuk membaut dia lulus tes PNS.